OPINI: Pilihan Politik Civil Society , Pilar Bangunan Masa Depan Bangsa

Foto: Prof. Dr. Muhammad Said, MAg. Dok.  Dodik MDNtimes



OPINI

MDNtimes, Nasional - Hingar bingar suasana pesta demokrasi dengan segala varian suhunya sudah sangat terasa. Setiap calon telah menetapkan pasangan masing-masing. Demikian pula visi, misi dan program kerja yang dijual kehadapan pasar pemilih kontestan politik. Lebih tragis lagi bahwa media sosial telah dipenuhi dengan hujatan bernada hate speech baik antar calon maupun antar pendukung para calon presiden. Buzzer tentu sangat kental mewarnai altar media dengan tanpa pertimbangan nurani kemanusiaan dan potensi perpecahan antar sesama anak bangsa. Sedemikian rawan suhu politik nasional 2024 sehingga para calon, dan para pendukung calon tidak lagi dapat memposisikan diri pada demarkasi yang bersahabat. 


Kondisi faktual demikian seolah membenarkan adagium bahwa politik kejam. Pandangan simplistis demikian tidak mendapat justifikasi lantaran politik adalah seni dan disiplin ilmu yang berorientasi pada kemaslahatan masyarakat banyak. Sama seperti halnya gatra ideologi, ekonomi, sosial-budaya dan ketahanan, politik juga pada dasarnya dilahirkan untuk tujuan dan maksud yang baik yang berorientasi pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai, sejahtera dan beradab. Namun demikian, para politisi menyalahgunakan intensi awal yang menjadi tujuan dari lahirnya konsepsi politik yang melekat di dalamnya nilai kepemimpinan, tanggungjawab, kemerdekaan, kebabasan dan kedaulatan negara dan bangsa. Kita menyaksikan bagaimana perseteruan di parlemen dengan figur luar parlemen yang membongkar berbagai kasus korupsi dilakukan oleh para oknum. 


Deviasi perilaku para politisi menunjukkan titik kulminasi semua “harus serba jalur politik”. Dagelan politik ini menjadi fakta yang telah merasuki nadi seluruh sendi kehidupan. Semua urusan mesti diangkakan di hadapan para politisi. Praktek yang demikian telah mewarnai sendi-sendi kehidupan lain, termasuk dunia akademik. Nyaris tidak adala lagi suksesi kepemimpinan perguraun tinggi yang tidak berada dalam kawasan kekuasaan politik. Akibatnya dunia akademik pun menjadi korban pencaplokan partai politik yang berdampak pada hilangnya marwah intelektual dan integritas akademik. 
Dalam konteks ekonomi, amanat konstitusi pasal 33 ayat 1-3 telah kehilangan ruh. Ekonomi rakyat dibangun di atas pilar persaudraan dan kekeluargaan, prinsip musyawarah mufakta tergerus oleh praktek konsep “demokrasi ekonomi”. Sebagai sebuh konsep generik “demokrasi ekonomi” tidak hampa nilai dan makna, meliankan sarat dengan nilai (value laden) di mana habitat demokrasi itu lahir, tumbuh dan berkembang. Demokrasi yang sukses hidup dan berkembang di negara lain tidak ada jaminan bisa sukses diterapkan di luar negara tempat demokrasi itu lahir. 


Seperti halnya ekonomi Indonesia yang dibangun di atas demokrasi Pancasila tidak akan pernah sama spirit demokrasi ekonomi liberal. “Demokrasi ekonomi” sebagaimana pasal 33 ayat 4-5 hasil amandemen dalam aksi afirmatifnya memberi ruang terbuka bagi dominasi kekuatan ekonomi kapitalisme, sebuah sistem ekonomi dan politik yang binnary oposition dengan nilai-nilai demokrasi ekonomi Pancasila. Ideologi disebut pertama lebih mengedepankan prinsip ananiyun (egoism) dan menolak campur tangan negar. Bahkan, ideologi ini meyakini ketika demokrasi ekonomi mengalami stagnasi biarkan berjalan apa adanya hingga ada tangan tersembunyi (invisiable hand) yang akan memperbaikinya. Sedangkan ideologi Pancasila mengedepankan keseimbangan antara personalitas dan kolektifitas, individualitas dan altruisme, mengedepankan musyarawarah, mufakat, kekeluargaan untuk persatuan yang dapt diwujudkan melalui perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat tanpa memandang kasta, status sosial, dan golongan, dan suku.


Kita berharap bangunan masa demokrasi ekonomi dan politik negeri ini ke depan dapat menemukan memontemnya untuk berkembang secara lebih baik dan lebh luas, untuk kebangkitan anak bangsa secara menyeluruh melalui kearifan kebijakan-kebijkan pempimpin nasional yang terpilih tahun 2024. Kita semua berharap Pesta demokrasi 2024 melahirkan figur Presiden dan wakil Presdien RI yang mendapat legitimasi real dan objektif dari rakyat. Sehingga, mereka bekerja untuk rakyat dan berdedikasi kepada rakyat sebagai pemberi mandat tertinggi pada akhirnya kembali kepada rakyat. Kita juga berharap isu-isu strategis kontemporer yang tercakup dalam panca gatra pembangunan nasional bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan ketahanan menjadi perahatian serius figur presiden dan Wakil Presiden yang akan datang. 


Gatra ideologi Pancasila sedang berada ancaman geopolitik global terutama globalisiasi dan digitalisasi kehidupan yang dapat dengan mudah digunakan untuk melakukan transmisi ideologi lain yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Gatra politik pun tidak lepas dari ancaman dan gangguan internal dan eksternal. Ancaman internal muncul dalam bentuk polarisasi sosial dan konflik sosial yang sulit disatukan kembali akibat perbedaan pilihan figur Presdien dan wakil presiden. Kondisi faktual ini menjadi ancaman yang memperlemah persatuan dan ketahanan nasional, serta bertolak belakang dengan semboyan bhineka tunggal ika, berbeda-beda tetap satu jua. Gatra ekonomipun benar-benar sangat memprihatinkan. 


Kedaulatan ekonomi di tangan rakyat sudah terkubur oleh konsep demokrasi ekonomi yang tertuang dalam ayat tambahan hasil amandemen pasal 33 ayat 1-3 yang ditmabah ayat 4-5. Demikian pula dengan gatra sosial budaya tanpa kecuali berada dalam ancaman serius yang ditandai dengan terjadinya shifting paradigm di mana nilai-nilai luhur yang mencerminkan nation character tergantikan oleh budaya hedoninsme, materialisme dan koncoisme. Ggatra Ketahanan pun dalam bahaya ancaman yang ditandai dengan melemahnya jiwa bela negara pada anak-anak bangsa. Mereka mengalami disorientasi kehidupan sehingga prinsip pengabdian dan berkarya untuk memberikan kinerja terbaik kepada bangsa sesuai kapasitas dan profesionalitas luntur.


Pesta demokrasi 2024 menjadi ajang untuk mengembalikan marwah pembangunan nasional yang berorientasi pada mengedepankan kepentingan warga negara yang mayoritas agar mereka benar-benar menikmati kemerdekaan dan kebebasan sebagaimama konstitusi mengamanhkannya. Rakyat atau civil society sebagai pemegang mandate tertinggi memeiliki otoritas penuh untuk menentukan legitimasi kepemimpinan Presdien 2024. Sikap dan pemikiran kritis (critical thinking) dalam menolak memilih figur benar-benar didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan jangka panjang yang lebih besar dari pada kesenangan sesaat.


Kedepan Indonesia memerlukan figur pemimpin Nasional (Presiden) yang mampu membingkai kesemestaan makna Pancasila dalam ekonomi, politik, sosial, budaya dan ketahanan nasional. Figur yang benar-benar memiliki sense of citizenship berbau dengan masyarakat secara tulus, bukan pencitraan sesaat untuk kepentingan kelompok yang lebih langgeng. Pemimpin pilihan juga harus terbebas dari bayang-bayang kekerasan dan kesalahan masa lalu meskipun mereka tidak lagi hidup di masa lalu. Namun konektivitas masa lalu dengan masa kini akan berdampak pada bangunan kehidupan politik dan ekonomi di masa depan. 


Pilihan Civil society yang didasarkan pada berbagai pertimbangan yang komprehensif akan menjadi cerminan kemerdekaan diri dan kesadaran atas tanggungjawab untuk menyerahkan mandat pada figur yang tepat, yang diyakini mampu men-drive negara kearah yang lebih baik. Kita meyakini bahwa sosok yang kepadanya kita berikan mandat memimpin bangsa ini karena jiwa kenegarawanannya yang kuat, memiliki olah sistem manajemen nasional yang baik dan benar sehingga menjadi modal sosial dan politik yang akan mewarnai bangunan masa depan demokrasi ekonomi dan politik. 


Kesadaran civil society dalam merawat demokrasi jangka panjang sangat menentukan bangunan masa depan ekonomi dan politik di negeri ini. Civil society yang belajar dari pengalaman masa lalu cukup menjadi pelajaran betapa ekonomi rakyat. berada di ambang ktitis akibat dualisme kebijakan. Pengalaman itu cukup menjadi modal berharga bagi civil society sehingga dengan itu mereka berani mengatakan tidak pada tawaran dan iming-iming money politics yang bukan hanya tidak sehat bagi jiwa dan raga, tetapi juga berdampak pada tergadainnya kebebasan dan kemerdekaan berpolitik. 


Pilihan civil society terhadap figur Presdien yang tepat untuk mendrive Indonesia 2024-hingga 2029 tidak saja menjadi ruh yang sangat menentukan hidup dan matinya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi rakyat, tetapi juga menjadi indikator kuat kecerdasan civil society dalam berpolitik, serta indikator hidupnya nalar kebangsaan anak bangsa untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Setidaknya, terdapat empat indikator penting yang dapat dihadirkan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan figur presiden 2024. 


Pertama, figur yang melekat di dalam dirinya nilai keadilan yang direpresentasikan dengan kebijakan publik yang diterapkannya selama memimpin selama ini. Kebijakan publik yang diambil membuat semua orang menikmatinya. Dalam interaksi sosial antara figur dengan warga masyarakat berlangsung secara natural namun diatur oleh etika komunikasi antara pemimpin dengan yang dipimpin tanpa membedakan kelompok, suku dan agama. Dia berbaur dengan semua elemen saling membahu untuk saling mendukung kemajuan masyarakat, bangsa dan negara. 


Kedua, terbuka terhadap pandangan dan masukan dari Tim think thank atau siapapun yang benar-benar memiliki analisis strategis tentang potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan negara dalam sektor panca gatra. Selain itu, figur yang menumbuh-kembangkan ekosistem intelektualitas yang sehat dan kritis, bukan sebaliknya membungkam atmosfir intelektual. 


Ketiga, figur yang memiliki emphaty dan simpaty terhadap duka dan derita rakyat yang ditandai dengan ketulusan untuk mengerahkan kebijakan-kebijakan publiknya demi kemaslahatan majority of people. Bahkan mereka yang tergolong kelompk the have pun dibimbing dan diarahkan agar memiliki sikap jumawa dan kedermawanan sosial, serta kesediaan untuk menarik naik mereka yang berada di bawah sehingga mereka mampu, berdaya dan sejajar satu sama lain.


Keempat, figur yang memiliki kepekaan rasa terhadap nasib mayoritas anak bangsa yang ditandai dengan kesediaan untuk mengorbankan kepentingan diri dan kelompok mendahulukan kemaslahatan rakyta terutama mereka yang secara sosial ekonomi berada dalam kemelaratan. Ketiadaan empathy terhadap duka dan derita anak bangsa yang berada di bawah garis kemiskinan menjadi potensi kuat untuk dipoles dan dimanipulalsi oleh pihak yang berseberangan (binnary opposition) untuk melakukan serangan-serangan yang bersifat anarkis, yang dapat meluluhlantakkan bangunan infrastruktus bahkan jiwa yang tidak dikehendaki oleh mereka yang memiliki nalar sehat. Semoga empat kriteria tersebut menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan pilihan yang tepat sehingga bangunan masa depan negara iini menjadi lebih baik, lebih solid berdasarkan ajaran persatuan Indonesia. Salam Pencerahan untuk kebangkitan bangsa. 


Opini Oleh: Prof. Dr. Muhammad Said, MAg

(Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) Lemhannas RI dan Ketua Dewan Pakar Forum Silaturrahim Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia)
Previous Post Next Post