Opini: Ramadan Menggeser Perilaku Konsumtif Menuju Ekonomi Produktif

Opini oleh: Prof.Dr. Muhammad Said, MAg
(Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZ Relief Islami Indonesia)

Opini, MDNtimes.id - Ramadan ibarat besi sembarani, memiliki daya tarik yang kuat dan mampu merangkul siapa saja yang berada di sekitarnya. Kehadirannya selalu dinanti oleh mereka yang memiliki iman yang tumbuh dan berkembang. Namun, Ramadan bukan hanya sekadar bulan ibadah, melainkan juga momentum besar yang membawa keberkahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk spiritual, sosial, dan ekonomi.

Setiap tahun, kita melihat lonjakan konsumsi yang signifikan selama Ramadan. Harga bahan pokok meningkat, pusat perbelanjaan dipenuhi masyarakat yang berburu kebutuhan berbuka, sahur, hingga persiapan Idul Fitri. Fenomena ini memang menggerakkan perekonomian, tetapi apakah benar-benar membawa manfaat jangka panjang? Ramadan seharusnya bukan hanya menjadi bulan yang memicu ekonomi berbasis konsumsi, tetapi juga menjadi bulan investasi dalam keberkahan, di mana umat Islam tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga menjadi agen perubahan bagi kesejahteraan bersama.
Dalam ekonomi Islam, pengelolaan harta tidak hanya soal bagaimana seseorang memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga bagaimana harta tersebut dapat memberi manfaat lebih luas. 

Islam memiliki berbagai instrumen keuangan sosial yang dapat dioptimalkan, terutama selama Ramadan, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf produktif. Allah SWT menjanjikan bahwa setiap butir kebaikan yang dikeluarkan karena-Nya akan dibalas sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Maka, Ramadan memberikan peluang emas untuk membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berkeadilan.

Jika dana zakat yang terkumpul selama Ramadan dikelola secara produktif—misalnya membantu mustahik membangun usaha, mendanai pendidikan anak yatim, atau memperkuat sektor ekonomi halal—maka dampaknya akan lebih luas dibandingkan sekadar transaksi konsumsi musiman. Ramadan juga menjadi waktu yang tepat untuk berinvestasi dalam keberkahan melalui instrumen keuangan syariah, sehingga ekonomi umat dapat tumbuh lebih kuat dan mandiri.

Salah satu nilai terbesar dalam Ramadan adalah latihan pengendalian diri, baik dalam menahan lapar dan dahaga, maupun dalam membentuk disiplin ekonomi dan finansial. Jika prinsip ini diterapkan dalam pengelolaan keuangan, maka dampaknya akan luar biasa dalam beberapa hal. Pertama, menjaga Keseimbangan dalam Konsumsi dan Hidup Hemat. Ramadan mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam konsumsi, membuat skala prioritas dalam membelanjakan uang, dan lebih selektif dalam pengeluaran. Dengan begitu, kita lebih mampu mengatur keuangan, menghindari hutang konsumtif, serta menabung lebih banyak untuk kebutuhan jangka panjang. 

Kedua, mengurangi Perilaku Konsumtif dan Budaya Pemborosan. Gaya hidup modern sering kali mendorong pola konsumsi berlebihan. Ramadan melatih kita untuk menahan diri dari belanja impulsif, sehingga setelah Ramadan, kita bisa lebih bijak dalam mengelola keuangan, tidak mudah tergoda oleh tren konsumsi yang tidak esensial. Ketiga, membangun Kebiasaan Perencanaan Keuangan yang Lebih Matang. Orang yang terbiasa mengalokasikan dana untuk zakat, infak, dan sedekah di Ramadan akan memiliki pola perencanaan keuangan yang lebih baik di luar Ramadan. 

Mereka lebih cermat dalam mengelola pemasukan dan pengeluaran, serta memahami pentingnya berbagi sebagai bagian dari kesejahteraan ekonomi bersama. Keempat, mendorong Pola Investasi yang Lebih Berorientasi pada Keberkahan. Ramadan juga mendorong kesadaran bahwa harta yang digunakan dengan bijak tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Ini dapat dilakukan melalui investasi berbasis syariah, wakaf produktif, dan dukungan terhadap bisnis halal.

 Dengan pola investasi yang lebih baik, seseorang tidak hanya memastikan keberkahan finansial, tetapi juga berkontribusi dalam membangun ekonomi Islam yang lebih kuat dan mandiri. Kelima, memperkuat Sistem Ekonomi Berbasis Keberkahan dan Berbagi. Prinsip ekonomi berbagi (economics of sharing) yang diterapkan selama Ramadan, jika berlanjut setelah bulan suci ini, akan memberikan dampak besar pada ekonomi masyarakat. Zakat dan infak yang dikelola dengan baik dapat menjadi alat distribusi kekayaan yang lebih merata, mengurangi kemiskinan, serta menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkeadilan. 

Jika dilakukan secara kolektif, ini dapat membawa perubahan ekonomi yang signifikan, di antaranya tingkat kemiskinan menurun, karena dana zakat digunakan untuk memberdayakan kaum dhuafa, ekonomi umat lebih mandiri, karena dana sosial Islam dialokasikan untuk membangun UMKM berbasis syariah, masyarakat lebih harmonis, karena kesenjangan ekonomi berkurang melalui sistem ekonomi berbasis keberkahan.

Ramadan Sebagai Titik Balik Transformasi Ekonomi.

Ramadan bukan hanya ajang ibadah, tetapi juga momentum besar untuk mengubah pola konsumsi menjadi pola investasi dalam keberkahan. Jika disiplin finansial yang diperoleh selama Ramadan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka ekonomi umat akan lebih stabil, lebih berkah, dan lebih berkeadilan. Kesederhanaan dalam Ramadan adalah bentuk disiplin finansial. Zakat dan sedekah adalah strategi redistribusi ekonomi yang berkeadilan. Pengalihan konsumsi ke investasi syariah adalah kunci membangun ekonomi yang lebih mandiri. Dengan menjalankan ketiga hal ini, Ramadan bukan hanya membawa keberkahan spiritual, tetapi juga membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berdaya. Maka, pertanyaannya bukan lagi bagaimana kita menjalankan puasa, tetapi bagaimana kita menjadikan Ramadan sebagai momentum transformasi ekonomi yang lebih berkah, adil, dan bermanfaat bagi umat. Ramadan adalah kesempatan emas—jangan sampai hanya menjadi ritual tahunan tanpa dampak yang nyata bagi kehidupan kita dan Masyarakat. 

Opini oleh: Prof.Dr. Muhammad Said, MAg

 (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZ Relief Islami Indonesia)
Previous Post Next Post