Ramadhan, Peneguhan Muamalat Islami

Prof. Dr. Muhammad Said, MAg

OPINI
Oleh: Prof. Dr. Muhammad Said, MAg


NASIONAL, MDNtimes.id - Kita sudah memasuki bulan ramadhan 1444H. Sungguh waktu berlalu begitu cepat sehingga apabila kita tidak memanfaatkan dengan baik dan maksimal, maka waktu dalam bulan Ramadhan akan meninggalkan kita tanpa nilai guna, sesuatu yang sia-sia. Salah satu aspek penting dalam Islam, selain akidah, syariah dan akhlak, adalah muamalat. Aspek imumalat perlu dipahami dengan baik dengan manfaatkan moment Ramadhan. Apalagi kata “muamalat” meskipun sudah sangat familiar, namun tidak sedikit masyarakat yang belum tahu hakekat muamalat. Kata dikonstruki dari bahasa Arab dari kata ‘aamala, yu’amilu, “mu’amalat memiliki arti saling memperlakukan, saling beraksi, dan saling mengamalkan. Tujuan memanfaatkan moment Ramadhan untuk memahami hakekat muamalat adalah untuk belajar meneguhkan komitmen dalam bermuamalat Islami, menegakan jati diri Islami sebagai lisensi untuk tergolong orang yang selamat (Muslim), dan menguatkan hubungan antara akidah dan muamalat saling terkait kelindan satu sama lain, serta mewujudkan komitmen akidah melalui aksi-aksi afirmatif mumalat dengan dasar ibadah kepada Allah. 

Manusia dalam kehidupan mustahil bisa memenuhi kebutuhannya seorang diri, tanpa orang lain. Sejak lahir manusia telah disambut dengan gegap gembira oleh orang lain, ketika mati ia diantar dengan duka dan pilu mendalam oleh orang terdekatnya, kerabatnya, mitra bisnisnya seklaipun. Seorang pedagang tidak bisa memperoleh uang dari bisnisnya tanpa pembeli. Muamalat diperlukan karena hakekatnya manusia memiliki ketergantungan pada orang lain untuk menyempurnakan kelemahan diri dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia itu makhluk madani, memiliki ketergantungan, saling berinteraksi dan dengan orang lain untuk mencapai kesuksesan. Sehebat apapun kita setelah meraik kesuksesan, tidak pernah lepas dari intervensi langsung ataupun tidak langsung dari orang lain walaupun dengan do’a. Kita tidak boleh meremehkan doa orang lain, apalagi orang yang tersakiti hati dan perasaannya. Mereka yang terdhalimi, doanya diijabah Allah cepat atau lambat. Bahkan, Doa yang disertai ikhtiar sungguh dapat merubah takdir. Semakin banyak orang mendoakan kita semakin besar peluang kita sukses. Dan, kita tdk tahu dari mulut mana di antara yang banyak mendoakan kita dijawab oleh Allah. 

Muamalat itu mengandung peraturan dan ketentuan Allah dan RasulNya untuk di pedomani manusia dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Meskipun ketetapan Allah dan RasupNya tentag muamalat tidak diatur secara rinci seperti halnya dalam ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Al Quran memberi kebebasan manusia untuk bermuamalat dalam kebajikan dan kebenaran (QS. Maidah: 2). Sabdi Nabi bahwa “ kamu lebih tahu urusan dunia kamu”. Artinya kita boleh mendesign muamalatkan dengan berpegang pada prinsip tidak ada paksaan, dilakukan atas dasar sukarela, membawa nilai maslahat (kebaikan dan ketenangan) dan mendatangkan manfaat positif yang menyennagkan dan mensejahterakan, serta mengikuti kaidah “mengedepankan maslahat menolak mafsadat”. Tujuannya agar pihak bermuamalat terhindar dari hal-hal yang merusak agama, jiwa, akal, harta dan keturunan (maksud syariah). Selain itu, Mumalat juga harus menghadirkan prinsip terpeliharannya nilai keadilan dengan cara menghindari unsur penganiayaan, ancaman, penindasan, dan tidak mengambil kesempatan dalam kesulitan orang lain. Tujuannya agar terhindar dari memakan harta orang lain dengan cara yang bathil seprti riba yang menmbawa efek yang sangat mengerikan. Orang suka makan riba itu tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang kerasukan syetan.

Pemenuhan kebutuhan melalui mumalat harus dilandasi oleh aturan dan ketentuan al-Quran dan Hadits Nabi sebagi ekspresi kepatuhan kita pada ketentuan Allah dan RasulNYa, terhindari dari tidak memangsa (menindas) orang lain (homo homini lupus), menumbuhkembangkan tradisi tolong menolong dalam hal kebaikan dan ketakwaan. Islam membolehkan berbagai ragam aktivitas mumalat yang baik dan benar, yang lazim dilakukan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan.

Pertama, Jual-beli, yaitu menjual produk dan menerima keuntungan dari menjual produk berupa uang senilai satu harga dari produk dan jasa yang diperjual-belikan. Dampak dari jual beli adalah terjadinya transfer of ownership, perpindahan status kempilikan yang legal sesuai ketentuan hukum. Dalam al Qur’an Surat Al-Baqarah [2]: 275 ditegaskan “...dan Allah Swt, telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…”. Larangan berbuat curang dalam takaran seperti mengurangi hak pembeli baik kuantitas (timbangan), kualitas, maupun status kehalalan. Kegiatan bertentangan dengan spirit ajaran Islam tidak halal baik dzat maupun bukan dzatnya seperti dalam bentuk Maisyir atau perjudian, undi nasib muamalat dilarang (haram). Meskipun produk menjanjikan keuntungan besar, namun jika diperoleh dengan cara (trial and error) untung-untungan dilarang karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Gharar atau ketidakpastian karena tidak memiliki objek yang jelas baik bentuk barang, jumlah dan harga barang serta waktu pembayarannya dilarang sepertihalnya transkasi barang-barang seperti khamar, narkoba, mengandung unsur babi, darah beku dan yang lain yang secara eksplisit dilarang dalam Al-Qur’an. 

Kedua, utang-piutang, yaitu mumalat yang dilakukan dengan menyerahkan harta kepada seseorang hingga batas waktu tertentu harus dikembalikan tanpa mengubah bentuk dan ukurannya. Memberi utang kepada orang lain pada prinsipnya bentuk aksi instruksi tolong menolong sesama dalam hal kebaikan; tidak digunakan untuk kemaksiatan seperti judi, narkoba dan prostitusi. 

Ketiga, Sewa-menyewa (ijarah), yaitu imbalan diterima seseorang atau jasa baik dalam bentuk intangible seperti pemikiran, maupun tangible tenaga, waktu, tempat tinggal, dan lainnya. Ijarah diperbolehkan dalam Islam sebagaimana ditegaskan dalam surah Al-Baqarah [2]:233. “...dan jika kamu ingin anakmu disusukan orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut...”(QS. Al-Baqarah [2]: 233). Ijarah diperbolehkan sepanjang objek yang disewakan jelas nilai manfaatnya, waktu (tenor), harga, dan cara pembayaran sewanya. Implikasi hukum yang muncul dari sewa-menyewa ini adalah transfer of utility; pemindah nilai manfaat. Artinya, segala manfaat yang melekat pada benda yang disewakan seperti mobil, maka segala nilai manfaat yang melekat di dalamnya adalah hak penyewa hingga batas waktu yang telah disepakati. Bermuamalat sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan Hadits dilakukan secara kaffah sesuai kemampuan menjanjikan keselamatan bagi pelakunya. Komitmen bermumalat secara Islami tidak mudah mengalami goncangan (turbulnce) krisis ekonomi dan keuangan. Moment ramadhan 1444h ini kita teguhkan muamalat Islam untuk kebaikan diri dan masyarakat secara berkelanjutan. (Dodik)



Prof. Dr. Muhammad Said, MAg

Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Tahun 2021 Lemhannas RI.


#Opini #Prof. Dr. Muhammad Said #Ramadhan Peneguhan Muamalat Islami
Previous Post Next Post