Opini: Tata Kelola Organisasi Zakat: Refleksi Permenag Nomor 19 Tahun 2024

Prof.Dr. Muhammad Said, MAg

(Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZNAS Relief Islami Indonesia dan Guru Besar FEB UIN Jakarta)



Nasional, MDNtimes.id - Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 19 Tahun 2024 baru saja disahkan. Perubahan ini tidak lepas dari intensi pemerintah untuk memaksimalkan potensi zakat yang sangat besar di Indonesia agar dapat didayagunakan untuk kemaslahatan umat melalui Pembangunan berbagai sektor. 

Selain itu, transformasi Pengelolaan zakat melalui peraturan Menag No. 19/2024 menjadi ikhtiar untuk pengelolaan potensi zakat yang lebih baik. Sejauh ini tata Kelola Lembaga zakat menghadapi sejumlah permasalahan seperti tranparansi dalam tata Kelola, sumber daya manusia, akuntansi keuangan dan lainnya. 

Karena itu, kehadiran permenag 19/2024 potensial membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan zakat nasional, dan pengaturan lebih rinci terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ). Selaras dengan permasalahan yang dihadapi organisasi filantrophi Islam Indonesia, Permenag 19/2024 bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam pengelolaan zakat.

Meskipun demikian, peraturan ini tidak lepas dari peluang sekaligus tantangan bagi lembaga zakat beradaptasi dengan kebijakan baru. Spirit baru permenag No 19/2024 menegaskan pentingnya kepatuhan dan profesionalisme dalam tata kelolal organisasi zakat sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlangsung. Para AMIL zakat misalnya haruslah mereka yang memenuhi syarat dan ketentuan serta kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), para Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan tugasnya memberikan pandangan dan pengawasan syariat agar tata Kelola organisasi LAZ berjalan sesuai dengan koridor dan memastikan kepatuhan syariat yang dilakukan secara berkala.

Selain itu, kewajiban pelaporan dilakukan secara transparan sesuai prinsip syariat, tranparan dan memperkuat kepercayaan public (public trust).
Peremnag ini juga menandaskan bahwa pembentukan LAZNAS baru diawasi langsung oleh Kementerian Agama dengan pemberian izin. Ketentuan ini mengandung fungsi manajerial, yaitu control melalui kordinasi sebagai hal yang sangat urgen antara para pihak yang terlibat dalam tata kelola. Dengan struktur pembagian wewenang seperti ini jelas bahwa LAZ nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dapat lebih mudah menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab tanpa tumpang tindih.

Permenag No 19/2024 juga menetapkan persyaratan administratif yang ketat, seperti penyusunan rencana program pendayagunaan zakat secara terperinci. Hal ini potensial menjadi beban adminstrasi bagi LAZ kecil yang baru tumbuh dan berkembang. Target pengumpulan dana minimal, seperti Rp30 miliar/tahun untuk LAZNAS skala nasional juga merupakan tantangan bersat yang menstimulasi dorong usaha dan kerja keras yang inovatif dari para AMIL. Para AMIL dituntun dan dituntut untuk untuk terus membangun jejaring sosial keagamaan yang secara langsung berdampak pada jangkauan pasar dengan orientasi muzakki lebih banyak. Pengajuan izin pendirian LAZNAS baru sesuai rekomendasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) termausk dalam hal perpanjangan izin dipandang sebagai hambatan potensial birokrasi ditambah pengawasan ganda antara Kementerian Agama dan BAZNAS yang juga potensial menimbulkan duplikasi peran yang kontraproduktif. 

Menghadapi transformasi organisasi dan legislasi tata Kelola LAZNAS yang memunculkan dua sisi yang saling terkait, penting untuk sebuah organisasi Zakat untuk melakukan beberapa hal. Pertama, melakukan audit dan Kepatuhan Internal secara menyeluruh dengan tujuan selain sebagai wujud loyalitas pada aturan main yang dibuat pemerintah Indonesia, juga untuk memastikan seluruh dokumen dan persyaratan regulasi terpenuhi sebagaimana kehendak Permenag 19/2024. Kedua, menjalin kerja sama strategis dengan pemerintah, lembaga keagamaan, dan komunitas lokal untuk mendukung target pengumpulan zakat dan memperluas segment pasar. 

Ketiga, meningkatkan sense of using digital technology untuk mempermudah pengumpulan zakat dan meningkatkan transparansi laporan. Ketiga, pelatihan dan pengembangan sumber daya organisasi secara periodic dan intensif untuk semua elemen terutama sumber daya daya amil zakat, dan Dewan Pengawas Syariah. Para AMIL dipastikan memiliki kompetensi berbasis SKKNI dengan demikian menjadi catatan penting bagi organisasi zakat untuk mengikutkan sertifikasi bagi para AMIL yang belum pernah mengikuti pelatihan. Keempat, Penguatan Transparansi tata Kelola zakat dapat menstimulasi peningkatan public trust tentang tata Kelola LAZ. Dengan demikian akan berpengaruh pada meningkatnya partisiapsi mereka berzakat pada organisasi zakat. Mempublikasikan laporan keuangan dan dampak program secara berkala melalui media digital potensial membangun kepercayaan masyarakat.

Permenag Nomor 19 Tahun 2024 dapat dikatakan sebagai ikhtiar untuk melangkah lebih maju dalam mewujdukan tata Kelola lembaga zakat yang lebih transparan, profesional, dan akuntabel. Keberhasilan implementasinya sangat ditentukan oleh willingness manajemen dalam memenuhi persyaratan yang dikemukakan dalam Permenag 19/2024, melakukan bench marking untuk mengadopsi strategi pengembangan organisasi Bonafide. Dengan demikian, organisasi zakat menjadikan regulasi ini sebagai milestone yang memberikan peluang berdarma bhakti meningkatkan kontribusi dalam memberdayakan umat melalui zakat. 

Opini Oleh: Prof.Dr. Muhammad Said, MAg

(Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZNAS Relief Islami Indonesia dan Guru Besar FEB UIN Jakarta)




Previous Post Next Post