Spirit Deklarasi Djuanda sebagai Pilar Geopolitik Indonesia

OPINI
Oleh: Prof. Dr. Muhammad, MAg

NASIONAL, MDNtimes.id - Pembangunan dan pengembangan potensi sumber daya kelautan (maritime) Indonensia merupakan bagian sikap Partiotisme dan Nasionalisme masyarakat Indonesia. Memiliki ruang luas merupakan impian bagi setiap negara sehingga terdorong untuk melakukan perluasan ruang melalui berbagai cara di antaranya imperialisme, dan aneksasi wilayah negara lain sebagaimana sejarah masa lalu dan kondisi faktual hari ini. Dunia tanpa batas disebabkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi baru tidak saja berpotensi meninabobokkan anak bangsa dari sejarah perjuangan para pendiri bangsanya, tetapi juga potensi massifnya yang mengarahkan masyarakat globak melalui gerakan globalisasi mengarah pada lahirnya singular civilization, peradaban tunggal. 

Spirit Deklarasi Djuanda sebagai pilar geo politik kontemporer sangat pentig direkonstruksi karena berbagai fngsi positif yang terkandung di dalamnya, di antaranya menumbuhkan daya juang untuk membela wilayah Indonesia, membangkitkan kesadaran patriatisme tinggi untuk perjuangan membela hak-hak negara, dan injeksi model praktis perjuangan geopolitik dalam membangun rekognisi Internasional.
Karena itu, jejak sejarah perjuangan pendahulu yang
Kesadaran ruang (space consciousness) sebagai esensi dari geo-politik untuk menata kehidupan, memenuhi kebutuhan pembangunan nasional yang nayaris terlupakan hari ini adalah spirit deklarasi Djuanda. Dekalarasi ini meletakkan dasar Indonesia sebagai organisasi wilayah kekuasaan tertinggi secara sah. Pemerintah dan seluruh rakyaat mentaati, menata, merawat, dan menjaganya dari upaya aneksai dan imperialsime negara lain. 

Deklarasi Djuanda mengandung makna penegasan dan pengakuan terhadap keluasan potensi wilayah maritime Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago state), dan tindakan pengamanannya dari aneksasi dan imperialsime pihak luar. Show of force perlindungan terhadap wilayah perairan Indonesia dan menjaga kedaulatannya secara proaktif untuk keamanan asset kekayaan maritim, rekognisi Internasional atas kepemilikannya juga menjadi muatan makna penting deklarasi Djuanda, terutama dalam menolak Perturan Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnatie (1939) merugikan bangsa Indonesia. 

Sikap mengambil keputusan unilateral/sepihak yang diperkuat melalui lobi-lobi untuk mendapat dukungan dari pihak luar terutama negara-negara tetangga berhasil membawa Indonesia sebagai negara maritim yang diakui luas. Tahunn 1957, Pemerintah Republik Indonesia melalui Deklarasi Djuanda mengumumkan lebar laut Wilayah Indonesia adalah 12 mill, dan “segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. 

Indonesia sebagai negara kepulauan diakui Konvensi Hukum Laut PBB (1982) United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) diikuti keluarnya UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut meratifikasi Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). Undang-Undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia sebagai landasan hukum mengatur wilayah perairan Indonesia, kedaulatan, yurisdiksi, hak dan kewajiban serta pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara”. 

Deklarasi Djuanda telah memberika perspektif perjuangan pantang menyerah, lobi strategik tingkat tinggi dengan berbagai pihak yang dipandang memiliki kemampuan strategik sebagai bentuk artikulasi politik bebas aktif Indonesia. Melalui Deklarasi Djuanda para pendiri bangsa secara langsung dan tidak langsung meletakkan dasar perjuangan sebagai bahan renungan dan pembelajaran bagi generasi selanjutnya untuk berjuangan menjaga warisan pejuang terdahulu dan merawatnya secara baik hingga potensi laut indonesia dimaksimlakan untuk pembangunan kemekmuran, keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia yang secara berkelanjutan. Rekognisi Internasional atas hak-hak wilayah (laut) Indonesia menjadi prasyarat penting sebuah negara untuk dikatakan sebagai negara berdaulat. 

Deklarasi Djuanda telah menstimulasi lahirnya produk hukum Internasional dan Nasional, yang melahirkan produk hukum berupa Perundang-undangan yang mengatur tentang kekayaan laut Indonesia, instrumen hukum yang memproteksi eksploitasi kekayaan laut Indoensia berdasar wawasan nusantara sebagai wawasan nasional  Indonesia berisi ajaran kebenaran diyakini seluruh rakyat Indonesia sebagai guidance menghindari penyimpangan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional, dan menjadi landasan visional dalam tata kelola kehidupan nasional.

Deklarasi Djuanda telah melahirkan pengakuan Internasional terhadap geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan berdaulat, yang berhak menata dan mengatur potensi wilayah lautnya untuk kepntingan ekonomi, social, budaya, hukum dan ketahanan keamanan (Panca Gatra). Geopolitik berkaitan dengan letak geografi bumi ruang hidup (wilayah) manusia yang tinggal di atas permukaan bumi. Tata keola ruang hidup (wilayah) telah lama dilakukan oleh manusia dalam membangun dan mengembangkan peradaban mereka berabad-abad lamanya. Namun secara konsepsi keilmuan Geo-Politik baru rumuskan akhir abad 19 awal 20 sebagai ”ekspansi wilayah yang memerlukan kekuatan. “Geopolitik menjadi dasar tindakan politik memperjuangkan ruang hidup untuk kelangsungan hidup rakyat sebagai satu organisasi negara”. 

Geopolitik berkaitan dengan penguasaan ruang sebagai aksi afirmasi “pembelaan cita-cita kemerdekaan, persatuan rakyat dan tanah air Indonesia” dengan mengacu pada wawasan Nusantara sebagai landasan visionalnya, yaitu mempertahankan hak-hak rakyat dan tanah air. Penjabaran secara konkgrit tentang geopolitik memerlukan apa yang dikenal dengan Geostrategi berkaitan dengan kebijakan teknis dan fungsional pelaksanaan esensi geopolitik meliputi penentuan tujuan, pentuan sarana, dan pengetahuan teknis pengunaan sarana. 

Landasan visional pembangunan nasional didasarkan pada wawasan nusantara sebagai paradigma bangsa dalam memandang diri dan lingkungannya. Wawasan nusantara memberi ruang artikulasi bagi setiap warga negara, aparatur negara untuk mengekspresikan pikiran, sikap dan tindakannya secara komrehensif dan holistik untuk kepentingan nasional (bangsa dan negara), termasuk di dalamnya kepentingan daerah, golongan, dan orang per orang. Dua pandangan hidup yang diinjeksi wawasan Nusantara, yaitu pandangan internal dan eksternal. Pandangan internal memberi visi kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memiliki kepekaan dan usaha mencegah separatisme, radikalsime politik dan agama, sikap intoleransi yang berakibat pada timbulnya disintegrasi bangsa.

Sedangkan secara eksternal, wawasan Nusantara menegasikan politik bebas aktif internasional bangsa Indonesia mengandung misi emansipatif untuk mengamankan kepentingan nasional berdasar ideologi Pancasila sebagai Falsafah dan landasan Ideologi dan landasan Idiil bangsa, Pembukaan UUD 194 sebagai Landasan konstitusional, dan wawasan nusantara sebagai landasan Visional serta Ketahanan nasional sebagai Landasan Operasional. 
Deklarasai Djuanda menjadi role model penerapan Ilmu geopolitik dan Geostrategi berbasis wawasan Nusantara dan Wawasan Nasional mengahdirkan satu visi politik bahwa untuk membangun Indonesia damai, adil, makmusr dan sejahtera harus diperjuangkan secara bersama-sama dengan mengacu pada kesadaran menepikan kepentingan personal dan komunal di atas kepentingan bangsa dan negara (nasional).

Menunjukkan komitmen Nasionalisme kepada dunia Internasional dalm perjuangan marawat potensi maritime yang membentang luas dengan posisi silang sebagai keunikan memberi keuntungan positif di satu sisi, dan mengundang ancaman, gangguan yang membahayakan dari pihak lain luar pada sisi lain posisi silang laut Indonesia tidak secara fisik-georafis tetapi juga dalam konteksnya yang luas, seperti sosial, demograsi, Ideologi, Politik, Ekonomi, kebudayaan, dan pertahanan dan keamanan maritim.  

Sebagai apresiasi terhadap jasa perjuangan pendahulu, rekonstruksi seangat perjuangan mempertahankan keutuhan nasional tidak dapat ditawar. Segala bentuk tindakan anarkis yang berpotensi mengganggu dan mengancam stabilitas nasional adalah kewajiban personal setiap warna negara untuk menghindari guna mempertahankan pestauan Persatuan Indonesia.

Peningkatan kesadaran pentingnya wawasan nusantara sebagai pilar wawasan nasional kebutuhan politik identitas nasional sangat diperlukan dalam rangka melestarikan perjuangan pendiri bangsa, merawat potensi kelautan Indonesia secara berkesinambungan. Peningkatan kearifan lokal dan nasional melalui belajar dari sejarah dan tidak melupakan sejarah khusus bagi millenial bangsa yang lahir pasca reformasi 1998 untuk turut serta mengobarkan sense of ownership terhadap potensi kemaritiman yang diperjuangkan Deklarasi djuanda untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Terkahir, pemerintah terus meningkatkan upaya sistematis membangun dan meningkatkan pemahaman (konsep) dan implementasi nilai-nilai Pancasila melalui jalur pendidikan formal, informal dan non-formal, serta merawat multicultural sebagai prasyarat membangun civil society berkeadaban publik (public civilized).

Prof. Dr. Muhammad Said, MAg

Alumni Program Pendidikan Singkat (PPSA) 23 Tahun 2021 LEMHANNAS RI
Previous Post Next Post